JALANAN (2014) : SUARA HATI ANAK JALANAN


a.k.a Streetside / 2014 / Daniel Ziv / Indonesia / 100 Minutes / 1.85:1 / PG-13 

Mengambil set tempat di bayang-bayang kemegahan ibukota Jakarta, film Jalanan berfokus pada kehidupan tiga anak jalanan, Titi, Boni, dan Ho yang berusaha bertahan hidup lewat lagu-lagu indah ciptaan mereka. Hanya saja, tembang itu mereka nyanyikan di dalam angkutan umum dengan rata-rata penghasilan per harinya hanya cukup untuk mengenyangkan perut mereka dengan makanan sederhana yang bisa mereka beli. Lagu-lagu indah yang mereka lantunkan begitu tidak dihargai hanya karena mereka tidak memiliki modal untuk mengemasnya dengan baik dan hanya karena penampilan luar mereka yang tidak ada bedanya dengan pengemis. Film Jalanan menunjukkan usaha mereka untuk keluar dan bangkit dari dunia bawah sampai mereka bisa dihargai dan bisa tidur nyenyak tanpa takut serangan dari razia polisi.

Selalu ada Dua Sisi dalam Setiap Cerita

“Selalu ada dua sisi dalam satu cerita”, agaknya pepatah itulah yang mendorong sineas Daniel Ziv untuk membuat film yang menceritakan kebobrokan sistem negeri ini secara utuh dan jujur dari sudut pandang kubu rakyat kalangan bawah. 

Memang sudah tak terhitung lagi film-film karya anak bangsa yang berusaha menyinggung masalah sosial-ekonomi dalam negara kita lewat pergelaran fiksi naratif yang didasarkan pada kondisi riil di sekitarnya. Dan sudah tak terhitung pula film-film lokal yang gagal untuk menyampaikan sindirannya tanpa bersikap menggurui ataupun dibuat-buat atas dasar keinginan untuk menarik simpati, menginspirasi, dan memberikan pesan moral mentah-mentah kepada para penontonnya. 

Di sisi lain, film dokumenter musik, baik buatan sineas lokal maupun internasional, juga tidak banyak yang berhasil memberikan suguhan yang membuat para penonton mengenal lebih dalam tentang para idola mereka atau bahkan menelurkan banyak fans baru. Film dokumenter musik kotemporer justru lebih berat pada pencitraan dan dibuat hanya sebagai sekedar alat marketing untuk para musisi dan penyanyinya.

Percaya atau tidak, meski sekilas tampak nyeleneh dan tidak biasa, film Jalanan besutan Daniel Ziv adalah gabungan dari dua genre di atas, dua genre yang sebenarnya cenderung kurang berkembang dalam beberapa kurun waktu terakhir ini. 




Layaknya film-film musikal kebanyakan, lirik-lirik dan simfoni adalah jiwa narasi film Jalanan, maupun jiwa dan kehidupan bagi trio Titi, Boni, dan Ho. Tidak sedikit lirik yang mereka lantunkan sarat akan pesan-pesan dan sindirian yang cerdas, jujur, menohok, dan mengajak para penonton untuk merenungkan suara hati kalangan bawah yang tertuang dalam lagu-lagu tersebut, meski ironisnya, tidak banyak yang bisa mendengar dan mengerti arti teriakan itu.

Di samping itu, layaknya film-film social documentary, film Jalanan dilengkapi pula dengan rentetan dialog-dialog cerdas yang mencurahkan buah pikir rakyat kelas bawah tentang sistem negeri Indonesia dan betapa besar dampak korupsi terhadap kehidupan mereka—karena, seperti kata Boni, “selalu yang paling bawah yang terkena imbasnya terlebih dahulu.” 

Sutradara Daniel Ziv juga dengan cermat mendokumentasikan kehidupan Titi, Boni, dan Ho, masing-masing menggunakan sistem kronologi yang sistematis dalam rentan waktu tujuh tahun. Nuansa dokumenternya pun disamarkan dengan hati-hati agar aliran film Jalanan terasa lebih naratif, lebih mengalir, dan lebih mudah untuk dicerna sari-sarinya oleh khalayak luas. Tata sinematografi yang juga diarahkan sendiri oleh sang sutradara dapat dikatakan detil dalam merekam warna-warni kehidupan ketiga karakter sentralnya dan membuat penonton seakan-akan ikut melihat secara langsung kehidupan tiga orang pengamen yang tidak saling mengenal ini.

Penampilan Titi, Boni, dan Ho sebagai diri mereka sendiri dalam film ini juga tidak kalah menariknya. Mereka bertiga adalah tiga orang seniman berbakat yang tidak memiliki wadah dan modal untuk membuat mereka meraih kepopuleran dan kekayaan yang layak untuk mereka dapatkan dari talenta yang mereka miliki tersebut. Melalui film ini, mereka berusaha untuk menceritakan sisi lain dari sudut pandang kita tentang kemiskinan yang sepertinya sudah melebur menjadi cerita rakyat dengan tujuan untuk membuka hati dan pikiran penonton tentang para pengamen, bahwa mereka bukannya tidak mau berusaha (seperti yang banyak kita pikirkan), tetapi faktor keberuntungan, ekonomi keluarga, dan kondisi yang tidak memungkinkanlah yang membuat mereka seperti itu. Semua itu dikemas dalam performa akting yang lepas, mengejutkan, dan kerap kali menyentuh hati kecil penontonnya untuk menitikkan air mata.








Jujur adalah kata kunci film Jalanan. Di samping kampanye pemerintah untuk membuat film yang menonjolkan keindahan Indonesia dan sarat akan pesan moral (meski mereka harus menyebarkan dusta dalam film tersebut), film Jalanan justru berusaha menguak fakta-fakta negara yang ada di balik usaha pemerintah menutup-nutupinya dari publik internasional dengan seadanya, tanpa bumbu-bumbu fiksi yang manipulatif. 

Dikemas secara kocak dan diceritakan secara gamblang lewat lagu-lagunya yang memorable, film ini mengajak kita untuk melihat kehidupan melalui kacamata ketiga penyanyi jalanan tanpa adanya unsur eksploitasi ataupun misi tersembunyi untuk menarik simpati dari masyarakat menengah ke atas yang menyaksikannya. Film ini hanya ingin mempertontonkan sebuah fakta dan kenyataan dalam bayang-bayang kemegahan ibukota Indonesia secara jujur dan apa adanya. Tidak ada solusi dan tindakan khusus dari pihak sineas di akhir film karena semua itu ada di tangan penonton; apakah mereka akan bersimpati, bertindak, mengubah pola pikir mereka, atau mengajak sebanyak mungkin masyarakat untuk menyaksikan film ini. Apapun itu, film Jalanan adalah sebuah corak penggambaran dunia bawah di negeri Indonesia yang paling nyata dan paling memorable dalam beberapa tahun terakhir ini.[]

Rating : ★  




Bantu Ho, Titi, dan Boni membangun rumah mereka di sini : https://fundrazr.com/campaigns/dgEM6/ab/51yXt8



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Tentang Fase-fase Perkembangan Peserta Didik

TOP 25 BEST FILMS OF 2012

WORLD WAR Z (2013) : AN ORAL HISTORY OF THE ZOMBIE WAR